Sindir Pemerintah Dihadapan Menteri Yasonna,  Irman Putra Sidin: Bahaya Kalau Penguasa Tak Baca Apa yang Ditandatangani

Sindir Pemerintah Dihadapan Menteri Yasonna,  Irman Putra Sidin: Bahaya Kalau Penguasa Tak Baca Apa yang Ditandatangani
Irman Putra Sidin

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Pakar hukum tata Negara, Prof. Irman Putra Sidin  menyindir pemerintah yang meminta mahasiswa membaca revisi RKUHP dan RUU KPK.

Namun begitu, Irman  juga menolak upaya dari sejumlah pihak untuk  penerbitan Perppu terkait  Revisi Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan RKUHP.

Dia meminta para pihak tidak memaksa Presiden untuk mengeluarkan Perppu, karena itu hal yang tidak baik. 

Ahli tata negara itu  menyarankan agar para pihak yang menolak peraturan undang-undang produk pemerintah dan DPR RI itu untuk mengajukan keberatan melalui Mahkamah Konstitusi.

''Perppu ini barang mahal. Jadi jangan kalau kita tak setuju dengan peraturan yang disetujui Presiden, jangan dianulir dengan memaksakan presiden mengeluarkan Perppu.Jalan yang terbaik adala menganulir ke Mahkamah konstitusi,'' ungkap Irman saat dialog Indonesia Lawyers Club (ILC) di TvOne, Selasa (24/9/2019).

Dalam kesempatan itu, Irman juga menyindir Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly yang mengingatkan mahasiswa untuk baca dulu, baca membaca, jangan-jangan tidak baca. 

''Saya takut  baca karena  saya takut menolak Undang-undang ini. Kadang kita tidak membaca kadang mendatangkan sesuatu yang bermanfaat. Kalau mahasiswa tidak membaca sesuatu lantas dia berbicara, kita bisa pahami. Tapi, yang perlu kita ingatkan adalah,  jangan sampai kekuasaan itu tidak membaca, sesuatu yang lalu dia menandatangani.itu yang bahaya,'' kata dia.

Saya pernah nonton sebuah film. Di negara itu, wakil presidennya seorang ketua senat.  Karena suara berimbang dalam voting dalam undang-undang yang mau disetujui itu. 

Tiba-tiba  wakil presiden diminta untuk memilih yang mana, yang setuju atau tidak setuju. 

Wakil presiden lantas mengatakan, ''Saya  tak mau  mengambil keputusan setuju atau tidak setuju sebelum saya membaca rancangan undang-undang itu,'' kata dia. 

Stafnya lantas bilang, ini halamannya ribuan, bagaimana hendak membacanya. Lantas Ketua senat menegaskan, pokoknya  dia harus membaca, karena dia digaji oleh rakyat untuk membaca. Hingga akhirnya, seluruh lembaran Undang-undang itu dibaca dan mengambil keputusdan untuk peraturan yang harus ditandatangani. 

Jadi ini menjadi penting soal baca membaca ini yang memang harus dipahami juga oleh kekuasaan untuk membaca perkembangan-perkembangan.

Irman juga menjelaskan dalam UUD 1945, tujuan dari  negara ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Kenapa tujuan negara itu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kenapa harus mencerdaskan? karena loadnya, kalau cerdas, kerja penyelenggara negara ini tidak akan begitu keras. 

Tidak perlu negara ini menciptakan tatanan equilibrium ketika negara itu mampu mencerdaskan kehidupan bangsanya. 

Cerdas dalam kehidupan berbangsa itu adalah beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Karena itulah, kita investasi lebih dari 20 persen dalam anggaran negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Irman juga mengingatkan negara untuk tidak menjauh dari agama. Karena agama banyak mengajarkan nilai-nilai baik. 

''Dulu, orang takut berbuat zina, kumpul kebo  bukan karena hukum negara, tapi karena nilai-nilai agama tidak membenarkannnya. Kalau situasi itu sudah tercipta, sebenarnya negara tidak lagi perlu harus bekerja keras. Tidak perlu turunkan polisi karena zina, kohabitasi, bianatang masuk pekarangan dan lain-lainnya,'' ungkap dia. 

Irman juga meminta negara tidak paranoid terhadap konsekwensi dari negara demokratis yang kita bangun sesuai dengan UUD. 

Pasal-pasal yang telah dimatikan oleh mahkamah konstitusi, muncul lagi dalam bentuk pasal-pasal penyerarangan terhadap martabat dan kehormatan presiden.

''Kata pak menteri bukan penghinaan, tapi penyerangan terhadap martabat. Padahal, saat MK memutuskan, sudah disebutkan kalau pasal-pasal ini adalah pasal kolonial jangan lagi ada yang sama, tidah hanya sampai disitu, mirip sekalipun jangan hidup lagi. Itu ada di putusan MK. Karena sudah diantisipasi ke depan,'' imbunya.

Kalau soal teknis legislasi, ubah kata sedikit, kelihatan berbeda tapi mirip, saya tak tahu apakah ini mirip, silahkanlah mahasiswa yang menilai penyerangan terhadap martabat dan penghinaan.

''Kenapa pasal ini diberangus oleh Mahkamah Konstitusi, sebenarnya bukan untuk melindungi kita sebagai warga negara. Tapi untuk memproteksi  DPR dalam menjalankan  kekuasaannnya.. Karena dalam dialog imajinernya ketika demokrasi itu muncul, kita akan membentuk demokrasi, tapi  tidak langsung dan kita akan memilih wakil-wakil di parlemen karena mereka akan mengontrol kekuasaan, karena kakuasaan itu otoriter, totaliter dan punya banyak kekuasaan yang luar biasa. Dia punya semuanya, punya senjata, kekuasaan, dia punya  duit,'' ungkap Irman.

Irman juga menjelaskan, insaniahnya, ketika sudah memilih wakil rakyat saat pemilu, rakyat tak lagi ingin lagi mengkritik pemerintah. Kita ingin hidup dengan urusan pribadi kita masing-masing, kita kirimkan pada wakil rakyat d i DPR. Kita titip pada DPR untuk mengawasi dan mengontrol kekuasaan. Namun ironis, amanah tersebut tidak dilaksanakan, bahkan wakil partai politik di parlemen pun berselingkuh dengan kekuasaan dan partai politik masih menginginkan kursi-kursi di pemerintahan. (R04)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index